BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dewasa ini banyak terjadi perkawinan campuran di Indonesia.
Pengertian Perkawinan Campuran menurut undang-undang perkawinan no. 1 tahun
1974 dalam pasal 57 adalah "Perkawinan antara dua orang yang di Indonesia
tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah
satu pihak berkewarganegaraan Indonesia". Pengertian perkawinan campuran
menurut Undang-undang Perkawinan adalah lebih sempit apabila dibandingkan
dengan pengertian "perkawinan campuran" dalam GHR, karena kriteria
perkawinan campuran menurut UUP hanya didasarkan atas adanya hukum yang
berlainan karena perbedaan kewarganegaraan semata-mata dan salah satu pihak
berkewarganegaraan Indonesia.
Untuk dapat melangsungkan perkawinan campuran diperlukan
syarat-syarat menurut undang-undang No. 1 Tahun 1974 (UUP). Perkawinan campuran
diatur dalam BAB XII bagian ketiga dari pasal 57 sampai dengan pasal 62 UUP.
Akibat hukum perkawinan campuran dapat berdampak terhadap status
kewarganegaraan suami istri dan status kewarganegaraan ibunya. Akibat hukum
yang lain dari perkawinan campuran di Indonesia dan bertempat tinggal di
Indonesia dapat dianalogikan dengan akibat perkawinan yang diatur dalam pasal
30 sampai dengan pasal 36 UUP.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas penulis dapat
merumuskan berbagai masalah diantaranya:
1. Apa yang dimaksud dengan perkawinan
campuran dan syarat-syarat perkawinan campuran?
2. Bagaimana prosedur melaksanakan
perkawinan campuran?
3. Bagaimana Status Anak dari
Perkawinan Campuran Beda Kewarganegaraan?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan perkawinan campuran.
2. Untuk mengetahui bagaimana prosedur
melaksanakan perkawinan campuran.
3. Untuk mengetahui status anak dari
perkawinan campuran beda kewarganegaraan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PERKAWINAN
CAMPURAN
Yang dimaksud dengan perkawinan campuran
adalah perkawinan antara dua
orang yang berbeda kewarganegaraan (pasal 57). Dari definisi pasal 57 UU Perkawinan
ini dapat diuraikan unsur-unsur perkawinan campuran sebagai berikut:
a. perkawinan antara seorang pria dan seorang
wanita;
b. di Indonesia tunduk pada aturan yang berbeda;
c. karena perbedaan kewarganegaraan;
d. salah satu pihak berkewarganegaraan
Indonesia.
Unsur pertama jelas menunjuk kepada asas
monogami dalam perkawinan. Unsur kedua menunjukkan kepada perbedaan hukum yang
berlaku bagi pria dan wanita yang kawin itu. Tetapi perbedaan itu bukan karena
perbedaan agama, suku bangsa, golongan di Indonesia melainkan karena unsur
ketiga karena perbedaan kewarganegaraan. Perbedaan kewarganegaraan ini bukan
kewarganegaraan asing semuanya, melainkan unsur keempat bahwa salah satu
kewarganegaraan itu ialah kewarganegaraan Indonesia.
Tegasnya perkawinan campuran menurut
UU ini adalah perkawinan antar warganegara Indonesia dan warganegara asing.
Karena berlainan kewarganegaraan tentu saja hukum yang berlaku bagi mereka juga
berlainan.
Syarat-syarat dan
pelangsungan Perkawinan Campuran
Apabila
perkawinan campuran itu dilangsungkan di Indonesia, perkawinan campuran
dilakukan menurut UU Perkawinan (pasal 59 ayat 2) yang menyatakan: “ bahwa
perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut UU
Perkawinan No. 1 tahun 1974”. Pasal 60 ayat 1 menyatakan: “Mengenai
syarat-syarat perkawinan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan menurut hukum
masing-masing pihak”. Pasal 60 ayat 2 menyatakan: “Pejabat yang berwenang
memberikan keterangan tentang telah dipenuhi syarat-syarat perkawinan menurut
hukum masing-masing pihak ialah pegawai pencatat menurut hukum masing-masing
pihak”.
Pasal
60 ayat 3 menyatakan: Apabila pegawai pencatat menolak memberikan surat
keterangan itu,
yang berkepentingan itu mengajukan permohonan kepada Pengadilan, dan pengadilan
memberikan keputusannya. Jika keputusan pengadilan itu menyatakan bahwa
penolakkan itu tidak beralasan, maka keputusan Pengadilan itu menjadi pengganti
surat keterangan tersebut.
Setelah
surat keterangan Pengadilan atau keputusan Pengadilan diperoleh, maka
perkawinan segera dilangsungkan. Pelangsungan perkawinan dilangsungkan menurut
hukum masing-masing agama. Bagi yang beragama islam, menurut hukum islam yaitu
dengan upacara akad nikah, sedangkan bagi agama yang bukan islam dilakukan
menurut hukum agamanya itu. Dengan kata lain supaya dapat dilakukan akad nikah
menurut agama islam, kedua mempelai harus beragama islam. Supaya dapat
dilakukan upacara perkawinan menurut catatan sipil, kedua pihak yang kawin itu
harus tunduk ketentuan upacara catatan sipil. Pelangsungan perkawinan dilakukan
dihadapan pegawai pencatat.
Ada
kemungkinan setelah mereka memperoleh surat keterangan atau putusan Pengadilan,
perkawinan tidak segera mereka lakukan. Apabila perkawinan mereka tidak
dilangsungkan dalam masa enam bulan sesudah keterangan atau putusan itu diberikan,
maka surat keterangan atau putusan pengadilan itu tidak mempunyai kekuatan lagi
(pasal 60 ayat 5).
B.
PROSEDUR DALAM MELAKSANAKAN PERKAWINAN CAMPURAN
Beberapa sumber mengenai
Perkawinan Campuran serta berbagai pertanyaan sejenis dari beberapa masyarakat
Indonesia yang bertempat tinggal diluar negeri, telah membawa kami pada suatu kesimpulan
sederhana bahwa di saat sekarang ini banyak terdapat
masyarakat Indonesia yang hendak melakukan
perkawinan campuran (perkawinan beda kewarganegaraan) namun terkendala atau
setidaknya minim akan informasi hal tersebut.Oleh karena itu dalam artikel
berikut, saya sampaikan informasi dasar lainnya mengenai hal-hal yang terkait
dengan perkawinan campuran,khususnya bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang
akan menikah di Indonesia dengan laki-laki Warga Negara Asing
(WNA) berdasarkan UU yang berlaku saat ini (UU No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan).
1.
Perkawinan Campuran
Perkawinan antara dua
orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan,
karena perbedaan kewarganegaraan, dikenal dengan Perkawinan Campuran (pasal 57
UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan). Artinya perkawinan yang akan anda
lakukan adalah perkawinan campuran.
2.
Sesuai dengan UU Yang Berlaku
Perkawinan Campuran yang
dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut Undang-Undang Perkawinan dan harus
memenuhi syarat-syarat perkawinan. Syarat Perkawinan diantaranya: ada
persetujuan kedua calon mempelai, izin dari kedua orangtua/wali bagi yang
belumberumur 21 tahun, dan sebagaimua (lihat pasal 6 UU Perkawinan).
3.
Surat Keterangan dari Pegawai Pencatat
Perkawinan
Bila semua syarat telah
terpenuhi, anda dapat meminta pegawai pencatat perkawinan untuk memberikan
Surat Keterangan dari pegawai pencatat perkawinan masing-masing pihak, --anda
dan calon suami anda,-- (pasal 60 ayat 1 UU Perkawinan). Surat Keterangan ini berisi keterangan bahwa
benar syarat telah terpenuhi dan tidak ada rintangan untuk
melangsungkan perkawinan. Bila petugas pencatat perkawinan menolak memberikan
surat keterangan, maka anda dapat meminta Pengadilan memberikan Surat
Keputusan, yang menyatakan bahwa penolakannya tidak beralasan (pasal 60 ayat
3 UU Perkawinan).Surat Keterangan atau Surat Keputusan Pengganti
Keterangan ini berlaku selama enam bulan. Jika selama waktu
tersebut, perkawinan belum dilaksanakan, maka Surat Keterangan atau Surat
Keputusan tidak mempunyai kekuatan lagi (pasal 60 ayat 5 UU Perkawinan).
4.
Surat-surat yang harus dipersiapkan
Ada beberapa surat lain yang juga harus disiapkan, yakni:
a. Untuk calon suami harus
meminta calon suami, untuk melengkapi surat-surat dari daerah atau
negara asalnya. Untuk dapat menikah di Indonesia, ia juga harus
menyerahkan "Surat Keterangan" yang menyatakan bahwa ia dapat kawin dan akan
kawin dengan WNI. SK ini dikeluarkan oleh instansi yang berwenang
di negaranya. Selain itu harus pula dilampirkan:
·
Fotokopi Identitas
Diri (KTP/pasport)•Fotokopi Akte Kelahiran
·
Surat Keterangan bahwa ia tidak
sedang dalam status kawin;atau
·
Akte Cerai bila sudah pernah kawin; atau
·
Akte Kematian istri bila istri meninggal
·
Surat-surat tersebut lalu diterjemahkan ke dalam
Bahasa Indonesia oleh penterjemah yang disumpah dan kemudian harus dilegalisir
oleh Kedutaan Negara WNA tersebut yang ada di Indonesia.
b. Untuk calon
istri, sebagai calon istri harus melengkapi diri anda dengan:
·
Fotokopi KTP
·
Fotokopi Akte Kelahiran
·
Data orang tua calon mempelai
·
Surat pengantar dari RT/RW yang menyatakan bahwa
anda tidak ada halangan bagi anda untuk melangsungkan perkawinan
5.
Pencatatan Perkawinan (pasal 61 ayat 1 UU
Perkawinan)
Pencatatan perkawinan ini dimaksudkan untuk memperoleh kutipan Akta
Perkawinan (kutipan buku nikah) oleh pegawai yang berwenang.Bagi yang beragama
Islam, pencatatan dilakukan oleh pegawaiPencatat Nikah atau Pembantu Pegawai
Pencatat Nikah Talak Cerai Rujuk. Sedang bagi yang Non Islam, pencatatan
dilakukan oleh PegawaiKantor Catatan Sipil.
6.
Legalisir Kutipan Akta Perkawinan
Kutipan Akta Perkawinan yang telah anda
dapatkan, masih harus dilegalisir di Departemen Hukum dan HAM dan Departemen
Luar Negeri, serta didaftarkan di Kedutaan negara asal suami.Dengan adanya
legalisasi itu, maka perkawinan anda sudah sah dan diterima secara
internasional, baik bagi hukum di negara asal suami,maupun menurut hukum
di Indonesia
7.
Konsekuensi Hukum
Ada beberapa konsekuensi yang harus anda terima
bila anda menikah dengan seorang WNA. Salah satunya yang terpenting yaitu
terkait dengan status anak. Berdasarkan UU Kewarganegaraan terbaru, anak yang
lahir dari perkawinan seorang wanita WNI dengan pria WNA,maupun anak yang lahir
dari perkawinan seorang wanita WNA dengan pria WNI, kini sama-sama telah diakui
sebagai warga negara Indonesia.Anak tersebut akan berkewarganegaraan ganda, dan
setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin maka ia harus menentukan pilihannya.Pernyataan
untuk memilih tersebut harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah
anak berusia 18 tahun atau setelah kawin. Jadi bersiaplah untuk mengurus
prosedural pemilihan kewarganegaraan anak anda selanjutnya.
Bagi perkawinan campuran yang dilangsungkan di
luar Indonesia, harus didaftarkan di kantor Catatan Sipil paling
lambat 1 (satu) tahun setelah yang bersangkutan kembali ke Indonesia. Bila
tidak, maka perkawinan anda belum diakui oleh hukum kita. Surat bukti perkawinan
itu didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal anda di
Indonesia (pasal 56 ayat (2) UU No 1/74).
C.
STATUS
ANAK DARI PERKAWINAN CAMPURAN
1. Landasan
Hukum dan Teori-teori yang Mengaturnya
Dalam
UU Nomor 62 Tahun 1958, anak yang lahir dari “perkawinan campur” hanya bisa
memiliki satu kewarganegaraan dan ditentukan hanya mengikuti kewarganegaraan
ayahnya. Ketentuan dalam UU Nomor 62 Tahun 1958, dianggap tidak memberikan
perlindungan hukum yang cukup bagi anak yang lahir dari perkawinan campur dan
diskriminasi hukum terhadap WNI Perempuan. Dalam ketentuan UU kewarganegaraan
ini, anak yang lahir dari perkawinan campuran bisa menjadi warganegara
Indonesia dan bisa menjadi warganegara asing.
Upaya
memberikan perlindungan kepada warga Negara Indonesia yang melakukan pernikahan
dengan warga asing serta menghilangkan diskriminasi bagi WNI perempuan,
lahirlah Undang-undang Kewarganegaraan yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 12
tahun 2006. Undang – undang ini memperbolehkan adanya kewarganegaraan ganda
bagi anak-anak hasil kawin campur. Hal ini merupakan ketentuan baru dalam
mengatasi persoalan-persoalan kewarganegaran dari perkawinan campuran.
Disahkannya
Undang-undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (UU
Kewarganegaraan) ini pada tanggal 1 Agustus 2006 oleh Bapak Presiden Republik
Indonesia, memberikan semangat dan harapan baru bahwa Negara benar-benar
menjamin dan melindungi kepentingan dan hak dasar bagi perempuan WNI yang
menikah dengan pria WNA untuk bersama menurunkan kewarganegaraan kepada
keturunan mereka
Dengan
lahirnya UU Kewarganegaraan yang baru, anak yang lahir dari perkawinan seorang
Perempuan WNI dengan Pria WNA, maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang
Pria WNI dengan Perempuan WNA, diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
Kewarganegaraan
merupakan salah satu unsur hakiki yang pada umumnya sangatlah penting dan
merupakan unsur pokok bagi suatu negara yang menimbulkan hubungan timbal balik
serta mempunyai kewajiban memberikan perlindungan terhadap warga negara,
khususnya anak yang dilahir di Indonesia dari suatu perkawinan campuran antara
warga negara Indonesia dengan warga negara asing. Penentuan sistem
kewarganegaraan yang dianut di dunia pada umum yaitu kewarganegaraan tunggal
berdasarkan suatu asas keturunan (ius sanguinis) atau tempat kelahiran (ius
soli). Akan tetapi adakalanya bagi seseorang anak untuk dapat memiliki
kewarganegaraan ganda (bipatride), hal tersebut disebabkan karena untuk
mencegah adanya orang yang tanpa kewarganegaraan (apatride).
Penentuan
Kewarganegaraan yang dianut di Indonesia menurut Undangundang No.12 Tahun 2006
tentang Kewarganegaraan yaitu kewarganegaraan ganda terbatas yang
pada pasal 6 dan 21 menjelaskan bahwa anak yang belum berusia 18 (delapan
belas) tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah negara
Republik Indonesia, dari ayah atau ibu yang memperoleh Kewarganegaraan Republik
Indonesia dengan sendirinya berkewarganegaraan Republik Indonesia, setelah
berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin maka anak tersebut harus
menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
Kewarganegaraan
ganda terbatas yang diberikan kepada anak hasil dari suatu perkawinan campuran
dikarenakan apabila terdapat suatu perceraian atau putusnya perkawinan karena
kematian maka anak tersebut masih memiliki status kewarganegaraan, sehingga
orang tuanya tidak perlu lagi memelihara anak asing. Jadi, Undang – undang baru
ini lebih memberikan perlindungan, dan status kewarganegaraan anak yang
dilahirkan dari “ perkawinan campur” juga jadi lebih jelas.
Prinsip
yang termaktub dalam UU Kewarganegaraan tersebut sangat jelas yaitu:
·
Prinsip persamaan di dalam hukum dan pemerintahan;
·
Prinsip perlindungan terbaik bagi kepentingan anak;
·
Prinsip kewarganegaraan ganda terbatas;
·
Prinsip perlindungan maksimum;
·
Prinsip non diskriminatif.
Dalam
Pasal 4 dan Pasal 5 dari UU Kewarganegaraan, titik taut agar anak memperoleh
Kewarganegaraan Indonesia adalah bila salah satu dari kedua orang tuanya adalah
WNI, dan dengan prinsip perlindungan terbaik bagi kepentingan terbaik anak maka
dalam Bab VII Ketentuan Peralihan Pasal 41
dari UU Kewarganegaraan anak-anak yang telah dilahirkan sebelum UU
Kewarganegaraan disahkan dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia melalui
pendaftaran.
UU
Kewarganegaraan No. 12 Tahun 2006 BAB VII Ketentuan Peralihan Pasal 41:
“Anak yang lahir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c,
huruf d, huruf h, huruf I dan anak yang diakui atau diangkat secara sah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum Undang-Undang ini diundangkan dan
belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin memperoleh
Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang ini dengan
mendaftarkan diri kepada Menteri melalui Pejabat atau Perwakilan Republik
Indonesia paling lambat 4 (empat) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.”
Ketentuan
dari Bab VII Ketentuan Peralihan Pasal 41 dari UU Kewarganegaraan diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Menteri No. M.01-HL.03.01 Tahun 2006 (Permen). Persyaratan
terhadap permohonan tersebut diatur dalam Pasal 4 Peraturan Menteri.
Namun
dalam kenyataannya dalam Pasal 4 ayat 2 terdapat perbedaan interpretasi yang
sangat mendasar yang dapat mengakibatkan tidak dapat dinikmatinya hak perempuan
WNI dalam menurunkan kewarganegaraannya kepada keturunannya, yang telah sekian
puluh tahun diabaikan dan dirugikan oleh negara. Hal ini merupakan bentuk
kemunduran dengan tetap dipeluknya paradigma lama.
Permen No. M.01-HL.03.01 Tahun 2006 Pasal 4 Ayat 2:
Permohonan pendaftaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:
·
Fotokopi
kutipan akte kelahiran anak yang disahkan oleh pejabat yang berwenang atau
Perwakilan Republik Indonesia;
·
Surat
pernyataan dari orang tua atau wali bahwa anak belum kawin;
·
Fotokopi
kartu tanda penduduk atau paspor orang tua yang masih berlaku yang disahkan
oleh pejabat yang berwenang atau Perwakilan Republik Indonesia; dan
·
Pas
foto anak terbaru berwarna ukuran 4x6 sebanyak 6 (enam) lembar.
Seharusnya
persyaratan dalam Pasal 4 dari Permen ditujukan bagi orang tua yang
berwarganegara Indonesia saja, hal ini sesuai dengan alur jiwa dari UU
Kewarganegaraan Indonesia berdasarkan Pasal 4 dan Pasal 5 yakni seorang
memperoleh kewarganegaraan Indonesia karena salah satu orang tuanya adalah WNI.
Menurut
teori hukum perdata internasional, untuk menentukan status anak dan hubungan
antara anak dan orang tua, perlu dilihat dahulu perkawinan orang tuanya sebagai
persoalan pendahuluan, apakah perkawinan orang tuanya sah sehingga anak
memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, atau perkawinan tersebut tidak sah,
sehingga anak dianggap sebagai anak luar nikah yang hanya memiliki hubungan
hukum dengan ibunya.
Pada
11 Juli 2006, DPR mengesahkan Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru, walaupun
pro dan kontra masih saja timbul, namun secara garis besar Undang-undang baru
yang memperbolehkan dwi kewarganegaraan terbatas ini sudah memberikan
pencerahan baru dalam mengatasi persoalan-persoalan yang lahir dari perkawinan
campuran.
Persoalan
yang rentan dan sering timbul dalam perkawinan campuran adalah masalah
kewarganegaraan anak. UU kewarganegaraan yang lama menganut prinsip
kewarganegaraan tunggal, sehingga anak yang lahir dari perkawinan campuran
hanya bisa memiliki satu kewarganegaraan, yang dalam UU tersebut ditentukan
bahwa yang harus diikuti adalah kewarganegaraan ayahnya. Pengaturan ini
menimbulkan persoalan apabila di kemudian hari perkawinan orang tua pecah,
tentu ibu akan kesulitan mendapat pengasuhan anaknya yang warga negara asing.
Dengan
lahirnya UU Kewarganegaraan yang baru, sangat menarik untuk dikaji bagaimana
pengaruh lahirnya UU ini terhadap status hukum anak dari perkawinan campuran.
Definisi anak dalam pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak adalah : “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.
Bila
dikaji dari segi hukum perdata internasional, kewarganegaraan ganda juga
memiliki potensi masalah, misalnya dalam hal penentuan status personal yang
didasarkan pada asas nasionalitas, maka seorang anak berarti akan tunduk pada
ketentuan negara nasionalnya. Bila ketentuan antara hukum negara yang satu
dengan yang lain tidak bertentangan maka tidak ada masalah, namun bagaimana
bila ada pertentangan antara hukum negara yang satu dengan yang lain, lalu
pengaturan status personal anak itu akan mengikuti kaidah negara yang mana.
Lalu bagaimana bila ketentuan yang satu melanggar asas ketertiban umum pada
ketentuan negara yang lain.
Dalam
menentukan kewarganegaraan seseorang, dikenal dengan adanya asas
kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas kewaraganegaraan berdasarkan
perkawinan. Dalam penentuan kewarganegaraan didasarkan kepada sisi kelahiran
dikenal dua asas yaitu asas ius soli dan ius sanguinis. Ius artinya hukum atau
dalil. Soli berasal dari kata solum yang artinya negari atau tanah. Sanguinis
berasal dari kata sanguis yang artinya darah.
·
Asas Ius Soli
Asas yang menyatakan bahawa kewarganegaraan seseorang
ditentukan dari tempat dimana orang tersebut dilahirkan.
·
Asas Ius Sanguinis
Asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan sesorang
ditentukan beradasarkan keturunan dari orang tersebut.
Penentuan
kewarganegaraan juga dapat didasarkan pada aspek perkawinan yang mencakupi asas
kesatuan hukum dan asas persamaan derajat. Asas persamaan hukum didasarkan
pandangan bahwa suami istri adalah suatu ikatan yang tidak terpecahkan sebagai
inti dari masyarakat. Dalam menyelenggarakan kehidupan bersama, suami istri
perlu mencerminkan suatu kesatuan yang bulat termasuk dalam masalah
kewarganegaraan. Berdasarkan asas ini diusahakan status kewarganegaraan suami dan istri
adalah sama dan satu.
Undang-Undang
yang mengatur tentang warga negara adalah Undang-Undang No.12 Tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Pewarganegaraan adalah tatacara
bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia melalui
permohonan. Dalam Undang-Undang dinyatakan bahwa kewarganegaraan Republik
Indonesia dapat juga diperoleh memalului pewarganegaraan.
Permohonan
pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1.
Telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin
2.
Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di
wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut
atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut
3.
sehat jasmani dan rohani, dapat berbahasa Indonesia serta
mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
4.
tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun
5.
jika dengan memperoleh kewarganegaraan Indonesia, tidak
menjadi kewarganegaraan ganda, mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan
tetap, membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.
Hilangnya Kewarganegaraan Indonesia diantaranya;
a. memperoleh kewarganegaraan lain atas
kemauannya sendiri, tidak menolak atau melepaskan kewarganegaraan lain,
sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu
b. dinyatakan hilang kewarganegaraan
oleh Presiden atas permohonannya sendiri
c. yang bersangkutan sudah berusia 18
tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri dan dengan dinyatakan
hilang kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan
d. masuk dalam dinas tentara asing
tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden
e. secara sukarela masuk dalam dinas
negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh warga negara Indonesia
f. secara sukarela mengangkat sumpah
atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing
tersebut
g. tidak diwajibkan tapi turut serta
dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu
negara asing
h. mempunyai paspor atau surat yang
bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda
kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya
i.
bertempat tinggal diluar wilayah negara Republik Indonesia
selama 5 (lima tahun berturut-turut bukan dalam rangaka dinas Negara)
j.
tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan
keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5
(lima) tahun itu berakhir dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang
bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi warga Negara
Indonesia kepada perwakilan RI yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
yang bersangkutan padahal perwakilan RI tersebut telah memberitahukan secara
tertulis kepada yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
2. Tata Cara Pendaftaran Untuk
Kewarganegaraan Ganda Anak
Tata
cara pendaftaran diatur dalam peraturan pelaksanaan dari UU No.12/2006 yaitu
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Nomor M.01-HL.03.01 Tahun
2006 Tentang Tata Cara Pendaftaran Untuk Memperoleh Kewarganegaraan Republik
Indonesia Berdasarkan Pasal 41 Dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik
Indonesia Berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia.
Pendaftaran
untuk memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia bagi anak yang berayahkan
WNA dan beribukan WNI dilakukan oleh salah seorang dari orang tua atau walinya
dengan mengajukan permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas
kertas bermeterai cukup. Permohonan pendaftaran tersebut bagi anak yang
bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia diajukan kepada Menteri
melalui Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal anak. Permohonan
pendaftaran bagi anak yang bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik
Indonesia diajukan kepada Menteri melalui Kepala Perwakilan Republik Indonesia
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal anak. Dalam hal di negara tempat
tinggal anak belum terdapat Perwakilan Republik Indonesia, maka permohonan
pendaftaran dilakukan melalui Kepala Perwakilan Republik Indonesia terdekat.
Dengan
demikian, jika anak-anak Ibu bertempat tinggal di Malaysia, maka dapat
mengajukan permohonannya melalui KBRI di Kuala Lumpur atau Konsulat Jenderal RI
yang terdekat dengan kediaman anak. Begitu pun halnya jika bertempat tinggal di
Jerman, dapat menghubungi KBRI atau KonJen RI yang terkait.
Permohonan pendaftaran sekurang-kurangnya memuat:
1. nama lengkap, alamat tempat tinggal
salah seorang dari orang tua atau wali anak;
2. nama lengkap, tempat dan tanggal
lahir serta kewarganegaraan kedua orang tua;
3. nama lengkap, jenis kelamin, tempat
dan tanggal lahir, status perkawinan anak serta hubungan hukum kekeluargaan
anak dengan orang tua; dan
4. kewarganegaraan anak.
Permohonan pendaftaran harus dilampiri dengan:
1. fotokopi kutipan Akte kelahiran anak
yang disahkan oleh pejabat yang berwenang atau Perwakilan Republik Indonesia;
2. surat pernyataan dari orang tua atau
wali bahwa anak belum kawin;
3. fotokopi kartu tanda penduduk atau
paspor orang tua anak yang masih berlaku yang disahkan oleh pejabat yang
berwenang atau Perwakilan Republik Indonesia; dan
4. pas foto anak terbaru berwarna
ukuran 4X6 cm sebanyak 6 (enam) lembar.
Selain
lampiran sebagaimana dimaksud bagi anak yang lahir dari perkawinan yang sah
harus melampirkan fotokopi kutipan Akte perkawinan/buku nikah. Apabila orang
tua bercerai atau salah satu diantaranya telah meninggal dunia, maka dengan
melampirkan kutipan Akte perceraian/surat talak/perceraian atau keterangan/kutipan
Akte kematian salah seorang dari orang tua anak yang disahkan oleh pejabat yang
berwenang atau Perwakilan Republik Indonesia. Permohonan pendaftaran
menggunakan bentuk formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran I Peraturan
Menteri Hukum dan HAM tersebut.
Dalam
hal permohonan pendaftaran telah dinyatakan lengkap, Menteri menetapkan
keputusan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia dalam waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak permohonan pendaftaran
diterima dari Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia.
Keputusan tersebut dibuat dalam
rangkap 3 (tiga), dengan ketentuan:
1. rangkap pertama diberikan kepada
orang tua atau wali anak melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia;
2. rangkap kedua dikirimkan kepada
Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia sebagai arsip; dan
3. rangkap ketiga disimpan sebagai
arsip Menteri.
Keputusan
Menteri tersebut disampaikan kepada Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia
dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal
Keputusan Menteri ditetapkan. Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia
menyampaikan Keputusan Menteri tersebut kepada orang tua atau wali anak yang
memohon pendaftaran paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak
Keputusan Menteri diterima. Permohonan pendaftaran anak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 hanya dapat diproses apabila telah diajukan secara lengkap kepada
Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat pada tanggal 1 Agustus
2010. Dalam hal permohonan pendaftaran anak diajukan secara lengkap kepada
Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia melalui pos hanya dapat diproses
apabila stempel pos pengiriman tertanggal paling lambat tanggal 1 Agustus 2010.
Dengan
demikian anak-anak Ibu akan memiliki kewarganegaraan ganda, dan di usia 18
tahun nanti atau sebelumnya apabila menikah sebelum 18 tahun, anak-anak Ibu
harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraan tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
Perkawinan campuran adalah perkawinan antara pearkawinan antara dua orang
yang berbeda kewarganegaraannya, yang satu berkewarganegaraan Indonesia dan
yang satu berkewarganegaraan asing. Perbedaan disini dibatasi pada perbedaan
kewarganegaraan bukan pada perbedaan agama.
Sedangkan mengenai syarat-syarat perkawinan campuran
sudah diatur dalam UU nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Diantaranya ialah
kelengkapan surat-surat baik dari negara Indonesia ataupun negara asal dari
orang asing yang akan menikah tersebut. Seperti surat-surat yang menjadi syarat
perkawinan di Indonesia dan yang menjadi syarat di negara asing tempat dia
berdiam atau sebagai warga negara disana.
Dan mengenai status anak dari perkawinan campuran ini pun
sudah diatur secara jelas dalam UU nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia. Dalam UU ini, memperbolehkan adanya kewarganegaraan ganda bagi anak
hasil dari perkawinan campuran hingga dia berusia delapan belas tahun. Hal ini
diatur dalam pasal 6 ayat (1) yang menentukan bahwa anak tersebut bisa
mengikuti kewarganegaraan ayahnya atau ibunya sebelum ia berusia delapan belas
tahun atau sudah menikah. Dan setelah ia berusia delapan belas tahun atau sudah
menikah maka ia harus menentukan sendiri mengenai status kewarganegaraannya
sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
http://patawari.wordpress.com/2009/02/16/sosiologi-hukum/
Muhammad, Abdulkadir. 2000,
Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung.
Tim Pengajar Hukum Kekeluargaan
Universitas Jambi, Bahan Ajar Hukum Kekeluargaan, Jambi, 2008
Undang-undang nomor 12 tahun
2006 tentang Kewarganegaraan
Undang-undang nomor 01 tahun
1974 tentang Perkawinan