Rabu, 28 November 2012

PERKAWINAN CAMPURAN



BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Dewasa ini banyak terjadi perkawinan campuran di Indonesia. Pengertian Perkawinan Campuran menurut undang-undang perkawinan no. 1 tahun 1974 dalam pasal 57 adalah "Perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia". Pengertian perkawinan campuran menurut Undang-undang Perkawinan adalah lebih sempit apabila dibandingkan dengan pengertian "perkawinan campuran" dalam GHR, karena kriteria perkawinan campuran menurut UUP hanya didasarkan atas adanya hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan semata-mata dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Untuk dapat melangsungkan perkawinan campuran diperlukan syarat-syarat menurut undang-undang No. 1 Tahun 1974 (UUP). Perkawinan campuran diatur dalam BAB XII bagian ketiga dari pasal 57 sampai dengan pasal 62 UUP. Akibat hukum perkawinan campuran dapat berdampak terhadap status kewarganegaraan suami istri dan status kewarganegaraan ibunya. Akibat hukum yang lain dari perkawinan campuran di Indonesia dan bertempat tinggal di Indonesia dapat dianalogikan dengan akibat perkawinan yang diatur dalam pasal 30 sampai dengan pasal 36 UUP.



B.       Rumusan Masalah
Dari uraian diatas penulis dapat merumuskan berbagai masalah diantaranya:
1.      Apa yang dimaksud dengan perkawinan campuran dan syarat-syarat perkawinan campuran?
2.      Bagaimana prosedur melaksanakan perkawinan campuran?
3.      Bagaimana Status Anak dari Perkawinan Campuran Beda Kewarganegaraan?
C.       Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perkawinan campuran.
2.      Untuk mengetahui bagaimana prosedur melaksanakan perkawinan campuran.
3.      Untuk mengetahui status anak dari perkawinan campuran beda kewarganegaraan.


















BAB II
PEMBAHASAN
A.      PERKAWINAN CAMPURAN
Yang dimaksud dengan perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang berbeda kewarganegaraan (pasal 57). Dari definisi pasal 57 UU Perkawinan ini dapat diuraikan unsur-unsur perkawinan campuran sebagai berikut:
a.       perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita;
b.      di Indonesia tunduk pada aturan yang berbeda;
c.       karena perbedaan kewarganegaraan;
d.      salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Unsur pertama jelas menunjuk kepada asas monogami dalam perkawinan. Unsur kedua menunjukkan kepada perbedaan hukum yang berlaku bagi pria dan wanita yang kawin itu. Tetapi perbedaan itu bukan karena perbedaan agama, suku bangsa, golongan di Indonesia melainkan karena unsur ketiga karena perbedaan kewarganegaraan. Perbedaan kewarganegaraan ini bukan kewarganegaraan asing semuanya, melainkan unsur keempat bahwa salah satu kewarganegaraan itu ialah kewarganegaraan Indonesia.
Tegasnya perkawinan campuran menurut UU ini adalah perkawinan antar warganegara Indonesia dan warganegara asing. Karena berlainan kewarganegaraan tentu saja hukum yang berlaku bagi mereka juga berlainan.
Syarat-syarat dan pelangsungan Perkawinan Campuran
Apabila perkawinan campuran itu dilangsungkan di Indonesia, perkawinan campuran dilakukan menurut UU Perkawinan (pasal 59 ayat 2) yang menyatakan: “ bahwa perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut UU Perkawinan No. 1 tahun 1974”. Pasal 60 ayat 1 menyatakan: “Mengenai syarat-syarat perkawinan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan menurut hukum masing-masing pihak”. Pasal 60 ayat 2 menyatakan: “Pejabat yang berwenang memberikan keterangan tentang telah dipenuhi syarat-syarat perkawinan menurut hukum masing-masing pihak ialah pegawai pencatat menurut hukum masing-masing pihak”.
Pasal 60 ayat 3 menyatakan: Apabila pegawai pencatat menolak memberikan surat keterangan itu, yang berkepentingan itu mengajukan permohonan kepada Pengadilan, dan pengadilan memberikan keputusannya. Jika keputusan pengadilan itu menyatakan bahwa penolakkan itu tidak beralasan, maka keputusan Pengadilan itu menjadi pengganti surat keterangan tersebut.
Setelah surat keterangan Pengadilan atau keputusan Pengadilan diperoleh, maka perkawinan segera dilangsungkan. Pelangsungan perkawinan dilangsungkan menurut hukum masing-masing agama. Bagi yang beragama islam, menurut hukum islam yaitu dengan upacara akad nikah, sedangkan bagi agama yang bukan islam dilakukan menurut hukum agamanya itu. Dengan kata lain supaya dapat dilakukan akad nikah menurut agama islam, kedua mempelai harus beragama islam. Supaya dapat dilakukan upacara perkawinan menurut catatan sipil, kedua pihak yang kawin itu harus tunduk ketentuan upacara catatan sipil. Pelangsungan perkawinan dilakukan dihadapan pegawai pencatat.                                                                            
Ada kemungkinan setelah mereka memperoleh surat keterangan atau putusan Pengadilan, perkawinan tidak segera mereka lakukan. Apabila perkawinan mereka tidak dilangsungkan dalam masa enam bulan sesudah keterangan atau putusan itu diberikan, maka surat keterangan atau putusan pengadilan itu tidak mempunyai kekuatan lagi (pasal 60 ayat 5).
B.       PROSEDUR DALAM MELAKSANAKAN PERKAWINAN CAMPURAN
Beberapa sumber mengenai Perkawinan Campuran serta berbagai pertanyaan sejenis dari beberapa masyarakat Indonesia yang bertempat tinggal diluar negeri, telah membawa kami pada suatu kesimpulan sederhana bahwa di saat sekarang ini banyak terdapat masyarakat Indonesia yang hendak melakukan perkawinan campuran (perkawinan beda kewarganegaraan) namun terkendala atau setidaknya minim akan informasi hal tersebut.Oleh karena itu dalam artikel berikut, saya sampaikan informasi dasar lainnya mengenai hal-hal yang terkait dengan perkawinan campuran,khususnya bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang akan menikah di Indonesia dengan laki-laki Warga Negara Asing (WNA) berdasarkan UU yang berlaku saat ini (UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).
1.         Perkawinan Campuran
Perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan, dikenal dengan Perkawinan Campuran (pasal 57 UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan). Artinya perkawinan yang akan anda lakukan adalah perkawinan campuran.
2.         Sesuai dengan UU Yang Berlaku
Perkawinan Campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut Undang-Undang Perkawinan dan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan. Syarat Perkawinan diantaranya: ada persetujuan kedua calon mempelai, izin dari kedua orangtua/wali bagi yang belumberumur 21 tahun, dan sebagaimua (lihat pasal 6 UU Perkawinan).
3.         Surat Keterangan dari Pegawai Pencatat Perkawinan
Bila semua syarat telah terpenuhi, anda dapat meminta pegawai pencatat perkawinan untuk memberikan Surat Keterangan dari pegawai pencatat perkawinan masing-masing pihak, --anda dan calon suami anda,-- (pasal 60 ayat 1 UU Perkawinan). Surat Keterangan ini berisi keterangan bahwa benar syarat telah terpenuhi dan tidak ada rintangan untuk melangsungkan perkawinan. Bila petugas pencatat perkawinan menolak memberikan surat keterangan, maka anda dapat meminta Pengadilan memberikan Surat Keputusan, yang menyatakan bahwa penolakannya tidak beralasan (pasal 60 ayat 3 UU Perkawinan).Surat Keterangan atau Surat Keputusan Pengganti Keterangan ini berlaku selama enam bulan. Jika selama waktu tersebut, perkawinan belum dilaksanakan, maka Surat Keterangan atau Surat Keputusan tidak mempunyai kekuatan lagi (pasal 60 ayat 5 UU Perkawinan).
4.         Surat-surat yang harus dipersiapkan
Ada beberapa surat lain yang juga harus disiapkan, yakni:
a.       Untuk calon suami harus meminta calon suami,  untuk melengkapi surat-surat dari daerah atau negara asalnya. Untuk dapat menikah di Indonesia, ia juga harus menyerahkan "Surat Keterangan" yang menyatakan bahwa ia dapat kawin dan akan kawin dengan WNI. SK ini dikeluarkan oleh instansi yang berwenang di negaranya. Selain itu harus pula dilampirkan:
·         Fotokopi Identitas Diri (KTP/pasport)•Fotokopi Akte Kelahiran
·         Surat Keterangan bahwa ia tidak sedang dalam status kawin;atau
·         Akte Cerai bila sudah pernah kawin; atau
·         Akte Kematian istri bila istri meninggal
·         Surat-surat tersebut lalu diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh penterjemah yang disumpah dan kemudian harus dilegalisir oleh Kedutaan Negara WNA tersebut yang ada di Indonesia.
b.      Untuk calon istri, sebagai calon istri harus melengkapi diri anda dengan:
·         Fotokopi KTP
·         Fotokopi Akte Kelahiran
·         Data orang tua calon mempelai
·         Surat pengantar dari RT/RW yang menyatakan bahwa anda tidak ada halangan bagi anda untuk melangsungkan perkawinan
5.      Pencatatan Perkawinan (pasal 61 ayat 1 UU Perkawinan)
Pencatatan perkawinan ini dimaksudkan untuk memperoleh kutipan Akta Perkawinan (kutipan buku nikah) oleh pegawai yang berwenang.Bagi yang beragama Islam, pencatatan dilakukan oleh pegawaiPencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah Talak Cerai Rujuk. Sedang bagi yang Non Islam, pencatatan dilakukan oleh PegawaiKantor Catatan Sipil.
6.      Legalisir Kutipan Akta Perkawinan
Kutipan Akta Perkawinan yang telah anda dapatkan, masih harus dilegalisir di Departemen Hukum dan HAM dan Departemen Luar Negeri, serta didaftarkan di Kedutaan negara asal suami.Dengan adanya legalisasi itu, maka perkawinan anda sudah sah dan diterima secara internasional, baik bagi hukum di negara asal suami,maupun menurut hukum di Indonesia
7.      Konsekuensi Hukum
Ada beberapa konsekuensi yang harus anda terima bila anda menikah dengan seorang WNA. Salah satunya yang terpenting yaitu terkait dengan status anak. Berdasarkan UU Kewarganegaraan terbaru, anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNI dengan pria WNA,maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNA dengan pria WNI, kini sama-sama telah diakui sebagai warga negara Indonesia.Anak tersebut akan berkewarganegaraan ganda, dan setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin maka ia harus menentukan pilihannya.Pernyataan untuk memilih tersebut harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau setelah kawin. Jadi bersiaplah untuk mengurus prosedural pemilihan kewarganegaraan anak anda selanjutnya.
Bagi perkawinan campuran yang dilangsungkan di luar Indonesia, harus didaftarkan di kantor Catatan Sipil paling lambat 1 (satu) tahun setelah yang bersangkutan kembali ke Indonesia. Bila tidak, maka perkawinan anda belum diakui oleh hukum kita. Surat bukti perkawinan itu didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal anda di Indonesia (pasal 56 ayat (2) UU No 1/74).

C.      STATUS ANAK DARI PERKAWINAN CAMPURAN
1.      Landasan Hukum dan Teori-teori yang Mengaturnya
Dalam UU Nomor 62 Tahun 1958, anak yang lahir dari “perkawinan campur” hanya bisa memiliki satu kewarganegaraan dan ditentukan hanya mengikuti kewarganegaraan ayahnya. Ketentuan dalam UU Nomor 62 Tahun 1958, dianggap tidak memberikan perlindungan hukum yang cukup bagi anak yang lahir dari perkawinan campur dan diskriminasi hukum terhadap WNI Perempuan. Dalam ketentuan UU kewarganegaraan ini, anak yang lahir dari perkawinan campuran bisa menjadi warganegara Indonesia dan bisa menjadi warganegara asing.
Upaya memberikan perlindungan kepada warga Negara Indonesia yang melakukan pernikahan dengan warga asing serta menghilangkan diskriminasi bagi WNI perempuan, lahirlah Undang-undang Kewarganegaraan yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006. Undang – undang ini memperbolehkan adanya kewarganegaraan ganda bagi anak-anak hasil kawin campur. Hal ini merupakan ketentuan baru dalam mengatasi persoalan-persoalan kewarganegaran dari perkawinan campuran.
Disahkannya Undang-undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (UU Kewarganegaraan) ini pada tanggal 1 Agustus 2006 oleh Bapak Presiden Republik Indonesia, memberikan semangat dan harapan baru bahwa Negara benar-benar menjamin dan melindungi kepentingan dan hak dasar bagi perempuan WNI yang menikah dengan pria WNA untuk bersama menurunkan kewarganegaraan kepada keturunan mereka
Dengan lahirnya UU Kewarganegaraan yang baru, anak yang lahir dari perkawinan seorang Perempuan WNI dengan Pria WNA, maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang Pria WNI dengan Perempuan WNA, diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
Kewarganegaraan merupakan salah satu unsur hakiki yang pada umumnya sangatlah penting dan merupakan unsur pokok bagi suatu negara yang menimbulkan hubungan timbal balik serta mempunyai kewajiban memberikan perlindungan terhadap warga negara, khususnya anak yang dilahir di Indonesia dari suatu perkawinan campuran antara warga negara Indonesia dengan warga negara asing. Penentuan sistem kewarganegaraan yang dianut di dunia pada umum yaitu kewarganegaraan tunggal berdasarkan suatu asas keturunan (ius sanguinis) atau tempat kelahiran (ius soli). Akan tetapi adakalanya bagi seseorang anak untuk dapat memiliki kewarganegaraan ganda (bipatride), hal tersebut disebabkan karena untuk mencegah adanya orang yang tanpa kewarganegaraan (apatride).
Penentuan Kewarganegaraan yang dianut di Indonesia menurut Undangundang No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yaitu kewarganegaraan ganda terbatas yang pada pasal 6 dan 21 menjelaskan bahwa anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia, dari ayah atau ibu yang memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan sendirinya berkewarganegaraan Republik Indonesia, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin maka anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
Kewarganegaraan ganda terbatas yang diberikan kepada anak hasil dari suatu perkawinan campuran dikarenakan apabila terdapat suatu perceraian atau putusnya perkawinan karena kematian maka anak tersebut masih memiliki status kewarganegaraan, sehingga orang tuanya tidak perlu lagi memelihara anak asing. Jadi, Undang – undang baru ini lebih memberikan perlindungan, dan status kewarganegaraan anak yang dilahirkan dari “ perkawinan campur” juga jadi lebih jelas.
Prinsip yang termaktub dalam UU Kewarganegaraan tersebut sangat jelas yaitu:
·         Prinsip persamaan di dalam hukum dan pemerintahan;
·         Prinsip perlindungan terbaik bagi kepentingan anak;
·         Prinsip kewarganegaraan ganda terbatas;
·         Prinsip perlindungan maksimum;
·         Prinsip non diskriminatif.
Dalam Pasal 4 dan Pasal 5 dari UU Kewarganegaraan, titik taut agar anak memperoleh Kewarganegaraan Indonesia adalah bila salah satu dari kedua orang tuanya adalah WNI, dan dengan prinsip perlindungan terbaik bagi kepentingan terbaik anak maka dalam Bab VII Ketentuan Peralihan Pasal 41 dari UU Kewarganegaraan anak-anak yang telah dilahirkan sebelum UU Kewarganegaraan disahkan dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia melalui pendaftaran.
UU Kewarganegaraan No. 12 Tahun 2006 BAB VII Ketentuan Peralihan Pasal 41:
Anak yang lahir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf I dan anak yang diakui atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum Undang-Undang ini diundangkan dan belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang ini dengan mendaftarkan diri kepada Menteri melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 (empat) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.

Ketentuan dari Bab VII Ketentuan Peralihan Pasal 41 dari UU Kewarganegaraan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri No. M.01-HL.03.01 Tahun 2006 (Permen). Persyaratan terhadap permohonan tersebut diatur dalam Pasal 4 Peraturan Menteri.
Namun dalam kenyataannya dalam Pasal 4 ayat 2 terdapat perbedaan interpretasi yang sangat mendasar yang dapat mengakibatkan tidak dapat dinikmatinya hak perempuan WNI dalam menurunkan kewarganegaraannya kepada keturunannya, yang telah sekian puluh tahun diabaikan dan dirugikan oleh negara. Hal ini merupakan bentuk kemunduran dengan tetap dipeluknya paradigma lama.
Permen No. M.01-HL.03.01 Tahun 2006 Pasal 4 Ayat 2:
Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:
·         Fotokopi kutipan akte kelahiran anak yang disahkan oleh pejabat yang berwenang atau Perwakilan Republik Indonesia;
·         Surat pernyataan dari orang tua atau wali bahwa anak belum kawin;
·         Fotokopi kartu tanda penduduk atau paspor orang tua yang masih berlaku yang disahkan oleh pejabat yang berwenang atau Perwakilan Republik Indonesia; dan
·         Pas foto anak terbaru berwarna ukuran 4x6 sebanyak 6 (enam) lembar.

Seharusnya persyaratan dalam Pasal 4 dari Permen ditujukan bagi orang tua yang berwarganegara Indonesia saja, hal ini sesuai dengan alur jiwa dari UU Kewarganegaraan Indonesia berdasarkan Pasal 4 dan Pasal 5 yakni seorang memperoleh kewarganegaraan Indonesia karena salah satu orang tuanya adalah WNI.
Menurut teori hukum perdata internasional, untuk menentukan status anak dan hubungan antara anak dan orang tua, perlu dilihat dahulu perkawinan orang tuanya sebagai persoalan pendahuluan, apakah perkawinan orang tuanya sah sehingga anak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, atau perkawinan tersebut tidak sah, sehingga anak dianggap sebagai anak luar nikah yang hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya.
Pada 11 Juli 2006, DPR mengesahkan Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru, walaupun pro dan kontra masih saja timbul, namun secara garis besar Undang-undang baru yang memperbolehkan dwi kewarganegaraan terbatas ini sudah memberikan pencerahan baru dalam mengatasi persoalan-persoalan yang lahir dari perkawinan campuran.
Persoalan yang rentan dan sering timbul dalam perkawinan campuran adalah masalah kewarganegaraan anak. UU kewarganegaraan yang lama menganut prinsip kewarganegaraan tunggal, sehingga anak yang lahir dari perkawinan campuran hanya bisa memiliki satu kewarganegaraan, yang dalam UU tersebut ditentukan bahwa yang harus diikuti adalah kewarganegaraan ayahnya. Pengaturan ini menimbulkan persoalan apabila di kemudian hari perkawinan orang tua pecah, tentu ibu akan kesulitan mendapat pengasuhan anaknya yang warga negara asing.
Dengan lahirnya UU Kewarganegaraan yang baru, sangat menarik untuk dikaji bagaimana pengaruh lahirnya UU ini terhadap status hukum anak dari perkawinan campuran. Definisi anak dalam pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah : “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.
Bila dikaji dari segi hukum perdata internasional, kewarganegaraan ganda juga memiliki potensi masalah, misalnya dalam hal penentuan status personal yang didasarkan pada asas nasionalitas, maka seorang anak berarti akan tunduk pada ketentuan negara nasionalnya. Bila ketentuan antara hukum negara yang satu dengan yang lain tidak bertentangan maka tidak ada masalah, namun bagaimana bila ada pertentangan antara hukum negara yang satu dengan yang lain, lalu pengaturan status personal anak itu akan mengikuti kaidah negara yang mana. Lalu bagaimana bila ketentuan yang satu melanggar asas ketertiban umum pada ketentuan negara yang lain.
Dalam menentukan kewarganegaraan seseorang, dikenal dengan adanya asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas kewaraganegaraan berdasarkan perkawinan. Dalam penentuan kewarganegaraan didasarkan kepada sisi kelahiran dikenal dua asas yaitu asas ius soli dan ius sanguinis. Ius artinya hukum atau dalil. Soli berasal dari kata solum yang artinya negari atau tanah. Sanguinis berasal dari kata sanguis yang artinya darah.
·         Asas Ius Soli
Asas yang menyatakan bahawa kewarganegaraan seseorang ditentukan dari tempat dimana orang tersebut dilahirkan.
·         Asas Ius Sanguinis
Asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan sesorang ditentukan beradasarkan keturunan dari orang tersebut.
Penentuan kewarganegaraan juga dapat didasarkan pada aspek perkawinan yang mencakupi asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat. Asas persamaan hukum didasarkan pandangan bahwa suami istri adalah suatu ikatan yang tidak terpecahkan sebagai inti dari masyarakat. Dalam menyelenggarakan kehidupan bersama, suami istri perlu mencerminkan suatu kesatuan yang bulat termasuk dalam masalah kewarganegaraan. Berdasarkan asas ini diusahakan status kewarganegaraan suami dan istri adalah sama dan satu.
Undang-Undang yang mengatur tentang warga negara adalah Undang-Undang No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Pewarganegaraan adalah tatacara bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia melalui permohonan. Dalam Undang-Undang dinyatakan bahwa kewarganegaraan Republik Indonesia dapat juga diperoleh memalului pewarganegaraan.
Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1.         Telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin
2.         Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut
3.         sehat jasmani dan rohani, dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
4.         tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun
5.         jika dengan memperoleh kewarganegaraan Indonesia, tidak menjadi kewarganegaraan ganda, mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap, membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.
Hilangnya Kewarganegaraan Indonesia diantaranya;
a.       memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri, tidak menolak atau melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu
b.      dinyatakan hilang kewarganegaraan oleh Presiden atas permohonannya sendiri
c.       yang bersangkutan sudah berusia 18 tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri dan dengan dinyatakan hilang kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan
d.      masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden
e.       secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh warga negara Indonesia
f.       secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut
g.      tidak diwajibkan tapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing
h.      mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya
i.        bertempat tinggal diluar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima tahun berturut-turut bukan dalam rangaka dinas Negara)
j.        tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi warga Negara Indonesia kepada perwakilan RI yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal perwakilan RI tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
2.      Tata Cara Pendaftaran Untuk Kewarganegaraan Ganda Anak
Tata cara pendaftaran diatur dalam peraturan pelaksanaan dari UU No.12/2006 yaitu Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Nomor M.01-HL.03.01 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pendaftaran Untuk Memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia Berdasarkan Pasal 41 Dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia Berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Pendaftaran untuk memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia bagi anak yang berayahkan WNA dan beribukan WNI dilakukan oleh salah seorang dari orang tua atau walinya dengan mengajukan permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup. Permohonan pendaftaran tersebut bagi anak yang bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia diajukan kepada Menteri melalui Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal anak. Permohonan pendaftaran bagi anak yang bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia diajukan kepada Menteri melalui Kepala Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal anak. Dalam hal di negara tempat tinggal anak belum terdapat Perwakilan Republik Indonesia, maka permohonan pendaftaran dilakukan melalui Kepala Perwakilan Republik Indonesia terdekat.
Dengan demikian, jika anak-anak Ibu bertempat tinggal di Malaysia, maka dapat mengajukan permohonannya melalui KBRI di Kuala Lumpur atau Konsulat Jenderal RI yang terdekat dengan kediaman anak. Begitu pun halnya jika bertempat tinggal di Jerman, dapat menghubungi KBRI atau KonJen RI yang terkait.
Permohonan pendaftaran sekurang-kurangnya memuat:
1.      nama lengkap, alamat tempat tinggal salah seorang dari orang tua atau wali anak;
2.      nama lengkap, tempat dan tanggal lahir serta kewarganegaraan kedua orang tua;
3.      nama lengkap, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, status perkawinan anak serta hubungan hukum kekeluargaan anak dengan orang tua; dan
4.      kewarganegaraan anak.
Permohonan pendaftaran harus dilampiri dengan:
1.      fotokopi kutipan Akte kelahiran anak yang disahkan oleh pejabat yang berwenang atau Perwakilan Republik Indonesia;
2.      surat pernyataan dari orang tua atau wali bahwa anak belum kawin;
3.      fotokopi kartu tanda penduduk atau paspor orang tua anak yang masih berlaku yang disahkan oleh pejabat yang berwenang atau Perwakilan Republik Indonesia; dan
4.      pas foto anak terbaru berwarna ukuran 4X6 cm sebanyak 6 (enam) lembar.
Selain lampiran sebagaimana dimaksud bagi anak yang lahir dari perkawinan yang sah harus melampirkan fotokopi kutipan Akte perkawinan/buku nikah. Apabila orang tua bercerai atau salah satu diantaranya telah meninggal dunia, maka dengan melampirkan kutipan Akte perceraian/surat talak/perceraian atau keterangan/kutipan Akte kematian salah seorang dari orang tua anak yang disahkan oleh pejabat yang berwenang atau Perwakilan Republik Indonesia. Permohonan pendaftaran menggunakan bentuk formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran I Peraturan Menteri Hukum dan HAM tersebut.
Dalam hal permohonan pendaftaran telah dinyatakan lengkap, Menteri menetapkan keputusan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak permohonan pendaftaran diterima dari Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia.
Keputusan tersebut dibuat dalam rangkap 3 (tiga), dengan ketentuan:
1.      rangkap pertama diberikan kepada orang tua atau wali anak melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia;
2.      rangkap kedua dikirimkan kepada Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia sebagai arsip; dan
3.      rangkap ketiga disimpan sebagai arsip Menteri.
Keputusan Menteri tersebut disampaikan kepada Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal Keputusan Menteri ditetapkan. Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia menyampaikan Keputusan Menteri tersebut kepada orang tua atau wali anak yang memohon pendaftaran paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak Keputusan Menteri diterima. Permohonan pendaftaran anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 hanya dapat diproses apabila telah diajukan secara lengkap kepada Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat pada tanggal 1 Agustus 2010. Dalam hal permohonan pendaftaran anak diajukan secara lengkap kepada Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia melalui pos hanya dapat diproses apabila stempel pos pengiriman tertanggal paling lambat tanggal 1 Agustus 2010.
Dengan demikian anak-anak Ibu akan memiliki kewarganegaraan ganda, dan di usia 18 tahun nanti atau sebelumnya apabila menikah sebelum 18 tahun, anak-anak Ibu harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraan tersebut.















BAB III
KESIMPULAN
            Perkawinan campuran adalah perkawinan antara pearkawinan antara dua orang yang berbeda kewarganegaraannya, yang satu berkewarganegaraan Indonesia dan yang satu berkewarganegaraan asing. Perbedaan disini dibatasi pada perbedaan kewarganegaraan bukan pada perbedaan agama.
Sedangkan mengenai syarat-syarat perkawinan campuran sudah diatur dalam UU nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Diantaranya ialah kelengkapan surat-surat baik dari negara Indonesia ataupun negara asal dari orang asing yang akan menikah tersebut. Seperti surat-surat yang menjadi syarat perkawinan di Indonesia dan yang menjadi syarat di negara asing tempat dia berdiam atau sebagai warga negara disana.
Dan mengenai status anak dari perkawinan campuran ini pun sudah diatur secara jelas dalam UU nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Dalam UU ini, memperbolehkan adanya kewarganegaraan ganda bagi anak hasil dari perkawinan campuran hingga dia berusia delapan belas tahun. Hal ini diatur dalam pasal 6 ayat (1) yang menentukan bahwa anak tersebut bisa mengikuti kewarganegaraan ayahnya atau ibunya sebelum ia berusia delapan belas tahun atau sudah menikah. Dan setelah ia berusia delapan belas tahun atau sudah menikah maka ia harus menentukan sendiri mengenai status kewarganegaraannya sendiri.



DAFTAR PUSTAKA
http://patawari.wordpress.com/2009/02/16/sosiologi-hukum/
Muhammad, Abdulkadir. 2000, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung.
Tim Pengajar Hukum Kekeluargaan Universitas Jambi, Bahan Ajar Hukum Kekeluargaan, Jambi, 2008
Undang-undang nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Undang-undang nomor 01 tahun 1974 tentang Perkawinan